A.
Latar
Belakang
Pada dasarnya lembaga keuangan merupakan sebuah
perantara dimana lembaga tersebut mempunyai fungsi dan peranan sebagai suatu
lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat yang kekurangan atau membutuhkan
dana agar terwujud masyarakat yang adil makmur dan sejahtera. Pengembangan
sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem
perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk
menghadirkan Alternatif jasa perbankan syariah dan perbankan konvensional
secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk
meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern: neorevivalis
dan modernis, tujuan utama dari
pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai
upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya
berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah. (Bank Indonesia. 2015)
Sejarah pegadaian di Indonesia tidak dapat dipisahkan
dari kemauan masyarakat Islam untuk melaksanakan transaksi ekonomi berdasarkan
prinsip syariah. Masyarakat mengharapkan kebijakan pemerintah dalam
pengembangan praktik ekonomi dan lembaga keuangan yang sesuai dengan nilai dan
prinsip hukum Islam. Berdasarkan hal itu
pula pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk melegitimasi
secara hukum positif pelaksanaan praktik bisnis yang sesuai syariah. Peraturan
perundang-undangan itu dirumuskan menjadi rancangan perundang-undangan yang
kemudian disahkan pada bulan Mei menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia (BMI), Bank Muamalat Indonesia berdiri tahun 1991, bank ini
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta didukung
oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
(Maryana Yunus. 2010: 18). Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada
akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Islamic Development Bank (IDB) kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini, dan pada periode 1999-2002 dapat
bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan perbankan di Indonesia telah
diatur dalam undang-undang, yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan,
kemudian perbankan syariah diatur dalam Undang-undang No. 21 tahun 2008. (Zainudin
Ali. 2008: 15).
Saat ini muncul lembaga keuangan syariah yang menjadi competitor dari lembaga keuangan
konvensional. Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang mengunakan sistem dan oprasinya berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Artinya, operasi bank syariah tersebut didasarkan pada Al-Quran dan hadits.
Sistem operasi bank syariah mengunakan sistem bagi hasil. Kehadiran bank
syariah di tengah-tengah bank konvensional adalah untuk menawarkan sistem
perbankan alternatif bagi umat Islam yang selama ini menikmati pelayanan
perbankan dengan sistem bunga. Dalam perkembangan bank syariah yang sangat
pesat, maka perbankan syariah mempunyai potensi dan peluang yang besar dalam
perannya sebagai sumber pembiayaan- pembiayaan bagi hasil perekonomian. Gadai
merupakan salah satu kategori dari perjanjian
utang-piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang
berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan
terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap milik orang yang menggadaikan (orang
yang berutang) tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang). (Muhammad
Sholikul Hadi. 2003: 3).
Gadai emas syariah adalah pegadaian atau penyerahan
hak penguasa secara fisik atas harta/barang berharga (berupa emas) dari nasabah
(arrahin) kepada bank (al-murtahin) untuk di kelola dengan
prinsip ar-rahnu yaitu sebagai
jaminan (al-marhun) atas pinjaman/utang (al-marhumbih)
yang diberikan kepada nasabah/peminjam tersebut. Praktik gadai ini sudah ada
sejak jaman Rasullulah SAW dan Rasullulah sendiri pernah melakukannya. Gadai
mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan sukarela atas dasar
tolong menolong. (Muhammad Sholikul Hadi. 2003: 3)
Ketentuan mengenai gadai diatur dalam Bab XX Buku II
KUHPerdata pasal 1150 sampai dengan
pasal 1160. Berdasarkan pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah suatu hak kebendaan
atas benda bergerak milik orang lain dan bertujuan tidak untuk memberi
kenikmatan atas benda tersebut, melainkan untuk memberi jaminan bagi pelunasan
hutang orang yang memberikan jaminan tersebut. Awalnya gadai pada umumnya tidak
diselenggarakan oleh lembaga keuangan bank, hal ini disebabkan sifat dan
oprasional lembaga perbankan yang berbeda dengan pegadaian. Namun dalam pasal 1
angka 13 Undang-undang No. 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah
memberikan kemungkinan bagi bank syariah untuk melaksanakan penyimpanan dana
dan atau pembiayaan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip syariah. Pasal 1 angka
13 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan menjelaskan mengenai prinsip syariah. Dalam pasal
tersebut dijelaskan bahwa prinsip
syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
dengan pihak lain untuk penyimpanan
dana, dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Pembiayaan berasarkan
prinsip penyertaan modal (musyarokah),
prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa kepada pihak lain (ijarah
wa iqtiqna). (Subekti dan Tjitrosudibi. KUHPerdata. 2008: 25)
Selain itu, dasar hukum pelaksanaan gadai sebagai
salah satu kegiatan usaha di Bank Syariah juga di atur dalam pasal 19 ayat (1)
dan (2) Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pasal 36
Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa DSN No. 25/DSN –MUI/III/2002 Tentang Rahn, Fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn Emas, dan dalam Surat
Al-Baqarah Ayat 283. Dalam surat Al-Baqarah Ayat 283 disebutkan bahwa “ jika kamu dalam perjalanan (dan
bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) “.
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim mengatakan bahwa “ Dari A’isyah R.A, sesungguhnya Rasulullah
SAW. Pernah memberi makanan dengan berhutang dari seorang yahudi, dan Nabi
menggadaikan sebuah baju besi kepadanya “ (Dr. Muhammad Syafi’I Antonio,
M.Ec. 2001: 128)
Sampai tahun 2015 ini sudah banyak bank syariah yang
memiliki produk pembiayaan berupa gadai emas, salah satunya adalah Bank BJB
Syariah. Gadai emas menjadi alah satu produk di bank BJB Syariah. Pertumbuhan
pendapatan dan nasabah meningkat signifikan. Produk ini menjadi pembeda antara produk perbankan
syariah dan perbankan konvensional.
Berdasarkan latar belakag di atas inilah yang menjadi landasan penulis
penelitian berjudul “ Aplikasi Gadai
Emas (Rahn) di Tinjau dari Hukum
Islam Studi di Bank BJB Syariah KCP Arjawinangun “
B.
Fokus
Penelitian
Penentuan fokus berdasarkan hasil studi pendahuluan,
pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang yang dipandang
ahli. Adapun fokus penelitian lapangan ini tertuju pada bagaimana konsep dan
mekanisme gadai emas (rahn) di Bank
BJBS.
Fokus dalam penelitian ini juga masih bersifat
sementara dan bisa berkembang setelah peneliti di lapangan. Agar pembahasan
skripsi ini tidak meluas, maka penulis perlu membatasi permasalahn yang akan
dipaparkan, pembatasan permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Praktek
dan mekanisme gadai emas pada Bank BJB Syariah KCP Arjawinangun
2. Dalam skripsi ini hukum Islam dibatasi,
pembahasannya mengenai bagaimana pandangan para ulama mengenai gadai emas dalam
hukum Islam. Gadai emas syariah yang dimaksud adalah nasabah mengadaikan
emasnya dalam bentuk perhiasan dan emas batangan dengan ukuran standar gadai
emas (rahn) BJB Syariah KCP
Arjawinangun.
C.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konsep dan mekanisme gadai emas syariah (rahn) ?
2.
Bagaiman gadai
emas (rahn) menurul ulama fiqih ?
D.
Definisi Oprasional
Definisi
operasional merupakan gambaran hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan
diteliti. Dalam ilmu sosial, konsep di ambil dari teori. Dengan demikian
kerangka konsep merupakan pengaruh atau pedoman yang lebih nyata dari kerangka
teori dan mencakup definisi oprasional atau kerja. Adapun definisi operasional
dalam penelitian ini adalah: (Sri Mamudji. 2005: 67)
1.
Perbankan Syariah
Perbankan
Syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;
2.
Bank
Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat;
3.
Bank Syariah
Bank
syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri
atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah;
4.
Bank Umum Syariah
Bank
umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran;
5.
Prinsip Syariah
Prinsip
syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di
bidang syariah;
6.
Akad
Akad
adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Dalam penelitian
ini akad adalah kesepakatan tertulis
antara bank syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban
bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah;
7. Ar-Rahn
Ar-Rahn
atau gadai adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat
dijelaskan bahwa Rahn adalah semacam
jaminan utang atau gadai;
8. Al-
Qardh
Al-
Qardh adalah
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwaui atau akad saling membantu
dan bukan transaksi komersial;
9.
Akad Ijarah
Dalam
Ensikopedia Islam Al-Kamil, ijarah adalah akad kontrak memberikan manfaat yang
mubah dan jelas dalam kurun waktu yang di tentukan dan dengan kompensasi yang
jelas. Sedangkan akad ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
tersebut;
10.
Pembiayaan
Pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a) Transaksi
bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b)
Transaksi
sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah
bittamli;
c)
Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah , salam, dan istishna;
d)
Transaksi pinjam
meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan;
e)
Transaksi
sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau UUS dan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil;
11.
Nasabah
Nasabah
adalah pihak yang menggunakan jasa bank syariah dan/atau UUS;
12. Marhun
Marhun
adalah barang yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan hutang dalam penelitian
ini, barang tersebut adalah berupa emas;
13. Murtahin
Murtahin adalah
penerima barang. Dalam penelitian ini murtahin adalah Bank Syariah yang
menerima barang berupa emas yang digadaikan kepada bank sebagai jaminan
pelunasan hutang;
14. Rahin
Rahin
adalah
yang menyerahkan barang sebagai jaminan pelunasan hutang. Dalam penelitian ini,
rahin adalah pemilik emas yang
menggadaikan emasnya kepada bank syariah;
E.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan
Penelitian
a.
Untuk
mengetahui konsep dan mekanisme gadai
emas di Bank BJB Syariah KCP Arjawinangun;
b.
Untuk
mengetahui pendapat para ulama fiqih
tentang gadai emas di Bank BJB Syariah KCP Arjawinangun;
c.
Untuk
mengetahui apakah pelaksanaan gadai emas
di Bank BJB Syariah KCP Arjawinangun sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang rahn
dan rahn emas atau tidak;
2.
Manfaat
Penelitian
Pelaksanaan
penelitian diharapkan dapat membawa daya
guna bagi beberapa pihak, yakni sebagai berikut:
a)
Bagi Mahasiswa
1.
Memperoleh
tambahan pengetahuan yang relevan untuk meningkatkan kompetensi, kecerdasan
intelektual dan emosionalnya.
2.
Memperoleh
kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang diperoleh di perkuliahan
dalam berbagai kasus riil di dunia kerja.
b)
Bagi Institusi
1.
Sebagai bahan
pengetahuan tentang gadai emas syariah;
2.
Memberikan masukan
yang relevan dalam konteks gadai
emas syariah;
c)
Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan bahan referensi untuk penelitian di
masa yang akan datang.
Komentar
Posting Komentar